Thursday 1 March 2012

Just Because of Parfume

Beberapa paragraf pertama di cerpen terbaru saya :3


Sebagian orang di dunia ini menggilai parfum. Parfum buat mereka, selain untuk melengkapi kesempurnaan penampilan, juga untuk mendeskripsikan karakter mereka. Beberapa menyukai hanya satu macam wewangian, yang sering diinterpretasikan sebagai seseorang yang setia. Beberapa menyukai berbagai macam wewangian, sekadar mengganti suasana atau karena memang mencari wewangian yang pas. Ada juga yang mengkoleksi parfum. Keunikan dari masing-masing botol membuatnya layak untuk dikoleksi.

Termasuk aku, menyukai parfum. Tak hanya parfum untukku, tetapi juga parfum miliknya. Wangi yang selalu menggema ke seluruh ruangan. Meski ruangan itu memiliki ventilasi baik dan lebar, namun wanginya tetap memenuhi ruangan itu. Pengharum ruangan saja kalah. Dan aku menikmati berdua bersamanya di dalam mobil. Dengan aromanya yang dominan, tanpa efek memusingkan. Pernah aku ingin menanyakan merk parfum yang ia kenakan. Tapi aku yakin, hampir semua orang termasuk dia pasti akan menyembunyikan merk parfumnya. Yah, parfum sudah menjadi barang sangat pribadi melebihi ponsel.

Seperti hari ini, dia datang menjemputku. Jantungku sudah berdegup kencang. Melihatnya berjalan saja rasanya sudah mau pingsan. Aku berdiri mematung di dekat gerai KFC bandara. Ia semakin dekat dan tersenyum padaku. Tanpa menyapa ia langsung menunduk meraih tas bajuku. Aku merasa seperti Edward yang tak tahan dengan aroma tubuh Bella. Tapi sama-sama dalam konteks takut kecanduan, takut kebablasan melakukan hal-hal yang ‘tak diinginkan’.

Ia berdiri di samping mobil menungguku. Dibukanya pintu mobil depan. Aku masuk. Aroma parfumnya lagi-lagi sudah menyebar di seluruh mobil. Dan aku menyesalkan bahwa perjalanan nanti sangat singkat. Ia duduk di belakang kemudi. Di perjalanan aku lebih banyak diam. Sesekali melihatnya mengemudi. Memperhatikan tangannya yang lihai memutar kemudi, memindah gigi persneling. Kakinya yang tanggap menginjak kopling, rem dan gas. Aku juga bisa mengemudi. Baru bisa tepatnya. Jadi aku mengagumi gayanya mengemudi yang begitu halus.

Jentikan jarinya di depan mataku mengagetkanku. “Kok lihatin aku?” tanyanya. Aku mendengus pelan, menggeleng. Tapi aku melirik lagi.

“Sepertinya suasana hatimu sedang bagus sekali hari ini,” kataku. Ia tersenyum.

“Bukankah biasanya juga begini?” tanyanya.

“Biasanya kamu dingin,” kataku pelan.

Sial, umpatku dalam hati. Parfumku masih tetap kalah dengan aroma parfumnya. Dan aku terkejut ketika ia seperti bisa membaca pikiranku.

“Parfumku luar biasa ya, parfummu sampai kalah,” katanya. Wajahnya terlihat geli.

“That’s not funny,” kataku kesal. Ia malah tertawa semakin keras. Ia memutar kemudi dengan satu tangan, halus sekali. Memasuki pelataran kantor Mama.

“Sudah sampai,” katanya, masih sambil tersenyum. Aku mengucapkan terima kasih sekilas sambil membuka pintu mobil. Sedikit menyesal kenapa aku terlalu terburu-buru keluar dari mobil. Udara di luar menetralkan paru-paruku. Tapi aku malah tak merasa lega. Ingin rasanya kembali ke dalam mobil, menyuruhnya membawaku jauh entah ke mana dan menghabiskan waktu berdua. Well, itu cuma khayalanku saja sih.

1 comment: