Sunday 21 August 2016

Upacara Peringatan Kemerdekaan RI di Tugu Proklamasi



Tiga tahun lalu, ketika itu saya masih baru saja lulus kuliah, peringatan kemerdekaan RI saya rayakan sendiri saja di rumah. Kala itu, saya mau ikut upacara di mana? Terakhir kalinya upacara kemerdekaan RI saya ikuti ketika SMA. Masa-masa kuliah tak pernah saya rayakan HUT Kemerdekaan RI di kampus. Karena bertepatan dengan libur penerimaan mahasiswa baru, upacara peringatan kemerdekaan RI tak pernah menjadi tradisi di kampus. Cukup aneh kah jika saya bilang saya rindu ikut upacara? Akhirnya kerinduan itu hanya bisa saya obati dengan menyaksikan Upacara Peringatan Kemerdekaan RI dari televisi.

Itu saya lakukan empat tahun selama saya kuliah, tentunya. Ditambah tahun berikutnya, tahun 2013, masa-masa di mana saya masih mencari jodoh saya dalam hal pekerjaan. Tapi pada tahun 2013 itu, ketika saya menyaksikan Upacara Peringatan Kemerdekaan RI dari Tugu Proklamasi yang ditayangkan televisi, saya terhenyak. Sekilas saja, tak ada siaran ulang pula, hampir saya kira saya salah melihat. Tapi saya yakin, meskipun hampir tak percaya, pada saat itu saya melihat Panji TGP dikibarkan.

Jujur saat itu mata saya basah. Meskipun itu bukan kali pertama saya menangis ketika menyaksikan upacara 17 Agustus, di mana pun. Tapi saat itu saya terharu, karena Panji TGP berkibar. Sepengetahuan saya pada saat itu, TGP kalah terkenal dengan pasukan tentara lain. Pengalaman saya, banyak orang yang masih familier dengan TRIP dan TP. Tapi ketika mendengar istilah TGP, masih sering saya mendapat pertanyaan balik, "TGP itu apa?" Hanya orang-orang tertentu saja yang mengenal TGP ternyata. Maka ketika saya melihat Panji TGP berkibar di Upacara Peringatan Kemerdekaan RI tahun 2013 itu, saya terharu. Saya merasa saat itu, akhirnya ada yang tahu TGP. Akhirnya TGP bangkit lagi.

Kemudian sejak saat itu, perkembangan untuk membangkitkan TGP kembali seperti gayung bersambut. Putra putri Ex TGP Brigade 17 dari berbagai kota saling menjalin komunikasi kembali dan bersama-sama ingin mengaktifkan kembali TGP yang sempat vakum. Salah satu dari sekian banyak kegiatan yang saya ikuti termasuk ini : Napak Tilas & Pelantikan Pengurus TGP Cabang Blitar & Malang.

Upacara Peringatan Kemerdekaan RI tahun 2015 dengan berat hati tidak bisa saya ikuti karena dari kantor pusat saya pun memberi kewajiban bagi para pegawai untuk mengikuti upacara di satuan kerja masing-masing. Pada saat itu yang mewakili dari Blitar termasuk Mama dan Tante saya.

Tahun ini, Upacara Peringatan Kemerdekaan RI di Tugu Proklamasi akhirnya bisa saya ikuti. Meskipun saya tidak mengikuti semua rangkaian kegiatan, tetapi pengalaman mengikuti upacara langsung di Tugu Proklamasi, tak pelak menjadi kesan tersendiri.

Tanggal 14 Agustus rombongan mengadakan ziarah ke Taman Makam Bung Hatta dan TPU Tanah Kusir. Tanggal 15 Agustus saya berangkat dari Blitar dan tiba tanggal 16 Agustus. Bertemu dengan om dan tante generasi penerus lain, yang sebagian sudah pernah saya temui pula dari kegiatan sebelumnya. Senang! They're so humble. Dan welcome sekali dengan saya meskipun saya sangat jarang ikut acara TGP. Ini juga salah satu kelebihan TGP yang saya suka dan saya rindukan. Keramahan serta eratnya persaudaraan tidak hanya pada anggota Generasi Pendahulu, tetapi juga menular ke Generasi Penerus.

Rombongan kemudian memulai Napak Tilas dari Gedung Joang. Bapak Djarot Saiful Hidayat, mantan Walikota Blitar yang sekarang menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI, yang hadir didampingi Ibu Happy Djarot Saiful Hidayat, memberikan sambutan dan membuka acara Napak Tilas. Kemudian dilanjutkan ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Di sini melihat secara langsung bagaimana proses perumusan naskah Proklamasi itu dibuat, dengan suasana bangunan dan interior yang ditata sesuai aslinya kala itu. Rute Napak Tilas kemudian berakhir di Tugu Proklamasi. Tamu pada saat selesai Napak Tilas ternyata adalah Ibu Meutia Hatta dan Ibu Halida Hatta. Di antara sekian banyak orang yang ingin berfoto bersama beliau, Alhamdulillah saya juga dapat kesempatan. Selfie, malah. Bu Meutia memberikan sambutan pula di Tugu Proklamasi. Acara kemudian dilanjutkan dengan nonton bareng film sejarah Kemerdekaan RI bagi para peserta Napak Tilas yang mayoritas adalah pelajar.

Malamnya, berkumpul lagi di Tugu Proklamasi untuk mengikuti acara Pemasangan Pin bagi PASKIBRA, baca puisi dan renungan, kemudian makan tumpeng bersama. Ketika saya sampai di Tugu Proklamasi, Bapak Djarot Saiful Hidayat tengah membacakan puisi. Sesudahnya seperti biasa berfoto bersama. Tapi tidak bisa benar-benar jenak, karena beliau segera ke acara berikutnya yang sudah diagendakan.







Bapak Djarot Saiful Hidayat beserta Ibu Happy Djarot Saiful Hidayat tiba di Gedung Joang
Bapak Djarot Saiful Hidayat memberikan sambutan






Tugu Proklamasi
Kami PKB-PPK!!

Rombongan Napak Tilas tiba di Tugu Proklamasi


Tante Susie mendampingi Bu Meutia Hatta
Bersama Bu Meutia

Penyematan Pin kepada PASKIBRA oleh Bapak Djarot Saiful Hidayat


Pembacaan puisi oleh Bapak Djarot Saiful Hidayat

Potong Tumpeng
Esoknya, tanggal 17 Agustus adalah Upacara Peringatan Kemerdekaan RI. Tamu undangan sebagian besar sudah hadir. Disusul dengan peserta upacara yang lain. Tepat pukul tujuh pagi, barisan peserta upacara dibimbing dan ditata. Masing-masing barisan diharuskan mempunyai komandan pleton. Barisan PKB-PPK tadinya dikomandani oleh Om Agus Suseta. Mungkin karena sudah lama sekali tidak jadi komandan, nampaknya Om Agus agak ndhredheg juga. Jadilah saya mencoba menawarkan diri menggantikan, eeh, ternyata langsung di-acc sama Om Agus. Hehe, maaf ya Om.

Upacara kemudian dimulai. Hening, khidmat. Pada saat rekaman pidato dan pembacaan teks Proklamasi oleh Bung Karno diputar, saat itu rasanya dalam diri saya ada yang berdesir. Membayangkan pada saat itu, ribuan orang mendengarkan dengan tegang, dengan seksama, dengan hati-hati, setiap kata yang diucapkan oleh Bung Karno, bahwa pada detik itu, Indonesia dinyatakan merdeka. Merdeka dari penjajahan yang telah beratus tahun dialami oleh rakyat Indonesia. Meskipun kenyataannya, perang masih tetap ada setelah Proklamasi dibacakan.

PASKIBRA yang bertugas di Tugu Proklamasi semuanya merupakan cucu pejuang, baik dari TGP, TRIP maupun TP. Pada saat pengibaran bendera, air mata saya mulai merebak. Sampai pada saat mengheningkan cipta, ketika menunduk mendoakan para pejuang, kelebatan wajah para pejuang TGP Blitar yang sempat saya kenal, muncul dalam benak saya. Senyum beliau, tangan keriput beliau yang saya raih dan saya cium tiap kali berjumpa, pelukan beliau, semua yang saya rindukan dari mereka. Tangan yang pernah memegang erat senjata, jantung yang terus berdebar dalam kemungkinan gugur di medan perang, kaki yang melangkah dan berlari tak terhitung jumlah jarak yang ditempuhnya. Di masa tua menjadi tangan keriput yang lembut, hangat memeluk kami para generasi penerus. Sampai pada akhirnya satu per satu beliau semua kembali ke Sang Pencipta. Dengan senyum seorang pejuang yang sudah menyelesaikan misi kemerdekaan.

Sampai saat ini masih ada penyesalan dalam diri saya. Kenapa pada saat Generasi Pendahulu TGP Blitar masih ada, saya tak banyak bertanya tentang sejarah mereka? Sumber paling akurat tentunya dari pelaku sejarah itu sendiri bukan? Apalagi referensi tentang TGP dalam bentuk dokumen masih sangat minim. Bagaimana pun saat itu saya memang masih kecil dan tidak terpikir sama sekali bahwa tongkat estafet itu akan tiba di tangan saya. Sehingga tidak terpikirkan pula untuk mewawancara mereka pada saat mereka semua masih lengkap. Setidaknya saya bersyukur menjadi cucu dari salah satu anggota TGP. Sehingga saya bisa memaknai, bahwa peringatan kemerdekaan RI bukan sekedar mengikuti upacara, yang bisa-bisa membuat saya mengeluh kenapa harus berpanas ria. Namun saya bisa memaknai, tanpa perjuangan mereka, saya belum tentu bisa seperti ini.

Mereka para pendahulu, rendah hati dan berbudi luhur. Tak pernah mereka memaksa untuk terkenal karena sumbangsih tenaga, pikiran dan nyawa mereka untuk negara. Hanya mereka titipkan kemerdekaan ini teruslah kau jaga. Perjuangan generasi penerus tentu bukan lagi dengan bambu runcing dan senapan. Menjaga perdamaian dalam negeri, melestarikan nilai luhur budaya, ini tentu tidaklah mudah. Tetapi bukan berarti tidak bisa. Tentunya salah satu PR saya termasuk membuat TGP dikenal masyarakat umum juga. Bahwa TGP adalah salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia. Semoga amanah ini bisa saya laksanakan dengan baik dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

di depan gerbang Tugu Proklamasi



Generasi Pendahulu dan Generasi Penerus Ketiga










Blitar, 21 Agustus 2016
Anindhita Rustiyan K

Friday 12 August 2016

The Joy as One of a Potterhead






I'm not gonna give a spoiler about this new book. I only want to share what I feel about being a Potterhead. I can say that I’m proud of myself for this collection. Remember the struggle. I was 11th years old back when Harry Potter started to be the trend and I remember that I didn’t have money to bought the book. And I just stared at my friends who talk excitedly about it. They played the roles of it and I become Hedwig, chosen by them. When finally I have money and a chance to bought and read the book, I felt like I touched my wand for the first time. And when I can complete this collection, I was like finished the Hogwarts battle. I remember my father bought me two of them, he knew that I love Harry Potter and I love reading a book. And I got my Harry Potter and The Cursed Child as a birthday present from my friend. I finished reading it just for a night. Because I’m so excited. And I don’t remember I ever read so fast like this, since the end of the Harry Potter series.
I’m overwhelming. The magical it brings to my life. The love, the friends I got, the joy of reading a book that interest me.
After all this time? Always...

love,
anindrustiyan