Sunday 27 August 2017

Manusia, Sampai Akhir Harus Terus Belajar

Pernahkah kau menyempatkan waktu sejenak untuk memaknai sebuah pertemuan?
Aku percaya, ketika kita mengenal seseorang, ada makna di baliknya yang akan membentuk kita. Entah berupa pemahaman, hingga membentuk pribadi dan mengubah tingkah laku kita.
Dan aku percaya, tak ada yang sia-sia di dunia ini. Segala sesuatu yang baik, tentunya akan bermanfaat bagi kita. Sedangkan yang kurang baik, bisa dijadikan pelajaran berharga bagi kita.

Aku bertemu dengannya, sama seperti aku bertemu dengan yang lainnya. Pada sebuah tempat, pada suatu waktu yang telah diatur Tuhan sedemikian rupa. Lagi-lagi aku percaya, apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, semuanya telah digerakkan oleh Tuhan. Termasuk momen di mana aku bertemu dengannya.

Biasa saja. Seorang mahasiswa yang ijin melakukan penelitian. Penelitian yang ia susun berbeda dengan teman-temannya. Entah kenapa, subyek penelitian yang ia pilih, salah satunya adalah aku. Sehingga waktu yang dihabiskan, seringnya bersamaku. Tapi dari awal aku melihatnya, ia berbeda. Sebuah kedewasaan tampak jelas dalam gerak-geriknya. Suatu waktu ia begitu santun, dalam waktu tertentu ia bisa begitu lepas. Alami, tak dibuat-buat.

Dalam suatu kesempatan kami mengobrol. Tanpa disadari kami perlahan saling bercerita. Baru berapa hari kami kenal, tapi cerita yang terlontar bukan sekedar cerita ringan. Ada diskusi di dalamnya, ada telaah pemaknaan di baliknya. Apa yang telah kami alami masing-masing, tersampaikan sebagai contoh dari pembelajaran yang kami ambil. Suatu hal yang jarang kutemui pada orang yang baru kukenal. Obrolan kami semakin sering, pemahaman kami semakin mendalam. Ada keinginan untuk bertemu dengannya setiap hari. Ada keinginan untuk ditemani. Sampai kemudian ada sebuah rasa, yang sampai kemarin aku masih mencoba untuk memahami. Rasa yang melawan logika. Ingin melangkah namun meragu, ingin berbalik namun terpaku.

Aku seakan tak ingin melewatkan waktu. Setiap detik bersamanya selalu memberikan hal baik bagiku. Entah dari kisah-kisahnya, maupun dari tawa lepas yang dibagikan. Aku mengagumi kedewasaannya, caranya memberikan pemahaman pada orang lain, caranya bertanggung jawab, betapa ia sudah mencapai jauh melampaui apa yang bisa dicapai oleh laki-laki seusianya.

Tapi aku merasakan kelelahan padanya. Ada masa di mana ia ingin rehat sejenak. Ketika ia merasakan pening luar biasa, sampai raganya seakan ingin pecah. Aku paham akan hal itu. Sekuat-kuatnya manusia, ada masa di mana ia ingin berhenti sejenak, menangis, mengeluh, teriak, tersedu. Mempertanyakan kenapa harus dia, kenapa bukan orang lain. Meski akhirnya ketika ia telah tenang, semua telah tumpah, ia akan kembali dan meneruskan perjalanannya. Meneruskan apa yang telah ia mulai, dan mengakhirinya. Lalu memulai lagi sebuah hal baru. Ada rasa ingin memeluknya. Ingin menemaninya ketika lelah menghampirinya. Ingin menguatkannya. Ingin menampung keluh kesah dan lelahnya. Karena terkadang, manusia mengeluh hanya untuk didengar. Untuk mengurangi beban dalam dirinya. Dan aku tanpa sadar membiarkan rasa itu terus tumbuh tanpa bisa kukendalikan. Satu-satunya yang bisa menahanku hanyalah kondisi. Kuucapkan terima kasih pada logika, yang dengan susah payah kupanggil demi kewarasanku.

Kuakui aku pernah egois. Aku menikmati segala sikap yang ia berikan padaku dengan tangan terbuka. Sebuah sikap yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Karena aku sadar tak akan lama, akan tiba masa ia akan kembali ke kehidupannya. Ada ketakutan dalam diriku, jika masa itu tiba, aku takut aku akan menjadi orang lain baginya. Karena kami berawal dari tak kenal sama sekali, aku tak ingin pertemuan ini berakhir seperti itu juga.

Pada akhirnya aku menyimpulkan bahwa ini merupakan sebuah kekaguman. Kekaguman akan teguh dan tulusnya. Akan apa yang telah ia khatamkan di usia sedemikian, yang mana dalam masaku dulu masih dalam pencarian. Tapi sekaligus keinginan untuk memeluknya, ketika ia berlutut lelah dalam kerapuhan. Memandangnya, mengajarkanku betapa pencapaian setiap orang bisa berbeda-beda. Dengannya, aku tahu ada orang yang percaya bahwa aku kuat. Mengenalnya, menyadarkanku bahwa betapa aku dicintai oleh orang-orang di sekitarku. Manusia masih sering terpaku pada pemikirannya bahwa ia kurang dicintai, padahal ia hanya perlu melihat sekitarnya, dan akan menemukan bahwa setiap orang yang hadir di hidupnya memberikan cinta dalam banyak cara.

Aku belum berani pada kesimpulan akhir tentang tujuan Tuhan mempertemukanku dengannya. Kilas balik waktu singkat yang kuhabiskan dengannya menorehkan poin bahwa masih banyak orang baik di kehidupan ini. Bahwa kita sebagai manusia, yang bahkan tak pernah kenal sebelumnya, bisa saling menguatkan. Belajar memahami dan saling menopang, baik lewat tutur langsung maupun bisikan doa yang kita haturkan pada Tuhan.

Manusia, sampai akhir harus terus belajar.

Untukmu, pernahkah kau mencari tahu arti namamu? Yang memberikan cahaya penerangan. Semoga kamu terus memberikan pemahaman baik dan penerangan bagi orang lain.


Blitar, 27 Agustus 2017

AnindRustiyan




No comments:

Post a Comment