Friday 20 August 2021

Pregnancy Diaries : Memilih Dokter


Aku bersyukur hidup di era di mana kita sudah memiliki banyak pilihan. Termasuk memilih dokter kandungan. Aku merasa bahwa aku harus memilih dokter kandungan yang membuatku nyaman, bukan serta merta karena dia terkenal dan pasiennya banyak. Reputasi itu penting, karena juga bisa menjadi tolok ukur kepiawaiannya sebagai dokter kandungan. Tapi aku merasa aku nyaman kalau dokter kandunganku adalah perempuan. Tolong jangan berpikir aku feminis. Tapi memang murni aku merasa nyaman jika dokternya perempuan. Ayolah, selama sembilan bulan ke depan dia tentu akan melihat kelaminku kan? Dokternya mungkin nggak ada masalah, aku sebagai pasien kalau kurang nyaman ya bagaimana.


Aku mencari info tentang dokter kandungan perempuan di kotaku. Aku kagum juga sudah mulai cukup banyak dokter kandungan perempuan di sini, setelah sebelumnya lebih banyak laki-laki. Jaman ibuku dulu malah cuma dua dokter kandungan di sini dan semua laki-laki.

Hari di mana aku melakukan tes kehamilan mandiri waktu itu Sabtu, tanggal 19 Juni, yang mana tidak ada jadwal dokter kandungan perempuan. Ya sudah aku menunggu hari Senin tentunya. Tapi hari Minggu ternyata keluar flek, dan aku agak khawatir dengan itu. Sedangkan Senin pagi aku masih ke kantor, jadi Senin sore aku coba ke dokter kandungan terdekat dari rumahku, siapa saja deh yang penting aku bisa segera tahu kondisiku. Aku sengaja tidak ijin kantor untuk periksa kehamilan, sejujurnya aku belum ingin memberi kabar ini ke lebih banyak orang sampai kira-kira tiga bulan. Itu sebabnya agak susah bagiku menemukan dokter kandungan perempuan yang buka praktek sore hari.

Akhirnya aku diperiksa dengan USG. Dokter yang ini vibes-nya cukup bagus. Menyapa dengan riang dan bertanya apa keluhanku. Kuceritakan aku mengalami flek dan baru dua hari lalu aku tes kehamilan mandiri. Dari USG pada saat itu usia kandunganku terdeteksi lima minggu. Dokter pertama ini (di sini aku sebut dokter pertama, karena sampai nanti aku cerita, aku sudah ganti dokter sampai ketiga kalinya) berkata bahwa ada dua kemungkinan : janin belum berkembang atau tidak berkembang. Tentunya ia berharap janin belum berkembang, sehingga dua minggu lagi sudah bisa terdeteksi detak jantungnya. Dokter memberiku obat penguat kandungan. Dan aku pulang dengan perasaan campur aduk tak keruan. Aku tak bisa menahan tangisku saat itu. Suamiku mencoba menguatkanku. Aku tahu ia sendiri juga ada ketakutan, tapi mungkin karena melihatku menangis, ia berusaha tegar. Ia berkata, jika memang rejeki kami, tentu bayi ini akan terus bersama kami. Tapi jika belum rejeki, maka kami harus ikhlas. Tentu aku ingin mendengar bahwa kehamilanku baik-baik saja. Tapi catatan dari dokter tadi membuatku takut juga. Apalagi dokter sempat menyebutkan kuret pula. Aku sudah membayangkan berbagai macam hal. Malam itu aku langsung membeli obatnya, yang tidak sembarang apotek punya, dan meminumnya sebelum tidur.

Blitar, 21 Juni 2021

 


 

No comments:

Post a Comment