Wednesday 4 April 2012

Pencarian

Ada banyak kebetulan terjadi di dunia ini. Ada banyak kemiripan pula di tiap jengkal di belahan dunia ini. Ada yang percaya dengan kebetulan, ada juga yang anti dengan kata kebetulan. Aku hanya mengikutinya saja. Membiarkannya lewat dan mengalir di sekitarku. Memberikan sensasi kejut yang menyenangkan ketika menghampiriku.

Aku tak pernah menyangka bahwa suatu saat aku menemukannya. Ini bukan kebetulan. Bukan pula rekayasa. Aku memang sengaja mencarinya. Dengan harapan membuncah dan doa yang mengalun dalam setiap desah.

Kutulis pesan singkat pada ibuku. Menulis sebuah pertanyaan yang pasti menimbulkan keheranan dalam benaknya. Dugaanku tepat. Tak sampai lima menit ibuku membalas dengan pertanyaan, "Untuk apa?" Aku hanya bisa menjawab bahwa aku hanya ingin tahu saja. Sejurus kemudian ibuku membalas lagi. Tanpa pertanyaan, tanpa syarat. Langsung pada jawaban yang kuharapkan.

Dengan gemuruh dan dentum tak biasa kutulis ulang sederet kalimat dari layar ponsel ke layar komputer. Mesin pencari social media ini pun bekerja. Sesaat ia memintaku untuk lebih menspesifikkan pencarian, mengais data dalam penelusuran memori masa lalu. Ketika hasilnya telah ia suguhkan, sedetik kemudian pipiku terasa basah, hangat. Aku yakin itu dia.

Jemariku bergetar. Kedua mataku menyusuri wajah dalam foto itu. Seratus persen aku yakin. Kemiripan kami bukanlah suatu kebetulan. Ada faktor penentu yang membuat wajah kami terpahat sama. Hanya mata kami yang berbeda. Selebihnya tak ada keraguan.

Masih dalam tangis aku menatap foto-fotonya. Semuanya. Ia memajang fotonya dua puluh tahun lalu, berpose di depan rumah yang sama-sama memiliki kenangan bagi kami. Manis dan pahit. Aku tersenyum kecil. Aku lupa bahwa ia pernah berambut sepanjang itu. Rambut yang sama denganku. Panjang, lurus dan halus. Senyumnya merekah.

Aku mendesah. Menelan tangis yang telah membuncah. Keraguan menelusup. Akankah ia menerima permintaan pertemananku? Jika iya, apakah ia menerimanya sebagai aku? Ingatkah dia akan aku? Sempatkah ia berpikir bahwa aku ada? Hanya sepelemparan dadu saja jarakku dengannya. Aku memandang fotonya lagi. Ia telah berkeluarga. Bahagia bersama keluarga kecilnya. Dapat kubaca dalam wajahnya ia ingin menjadi ayah yang baik bagi putranya. Dengan pengalaman serta sakit hati masa lalunya, aku yakin ia cukup terobsesi dengan hal itu.

Kuseka tangisku. Tersenyum aku pada senyumnya, senyum yang nyaris sama dengan faktor penentu kemiripanku dengannya. Ia semakin tua, semakin mirip dengan Papa. Dalam hati aku berbisik sekarang belum saatnya. Dan aku hanya bisa puas mengetahui, aku masih mirip dengan kakakku.


2 comments: