Sunday, 14 October 2012

Logika dan Emosi

Lagi-lagi dia begitu. Tak lagi mengindahkanku. Selalu saja aku dianggap angin lalu. Semua kata-kataku didengar tanpa acuh.
Sakit. Nyeri. Perih. Terus aku memperingatkannya. Ia hanya melirikku. Kadang malah mencebik padaku. Dan kemudian berlalu.

Seperti hari ini. Ia berdandan begitu rapi. Cermin di depannya memantulkan kemolekannya yang kukagumi. Senyum tersungging. Mata bersemangat berapi-api. Aroma tubuhnya begitu wangi. Sesuai namanya.

"Wangi," panggilku lirih. Ia melirik sekilas, lalu berlanjut konsentrasi pada bibirnya yang dipulas.
"Jangan pergi," kataku. Memohon. Seperti biasa. Aku tahu tak akan berhasil. Tak pernah berhasil.
"Kamu akan terluka lagi," lanjutku. Ia mendengus kesal. Lalu pergi sambil menghentak-hentak. Aku hanya bisa diam. Memandangnya dengan sedih.

*

"Wangi..," panggilku lagi. Letih mendera. Tapi tak jua aku menyerah. Tetap saja aku bertahan. Tapi aku tak bisa berbuat lebih banyak. Ia yang memilih. Ia yang memegang kendali. Aku hanya bisa memanggil. Terus memanggil. Dan ia menangis. Terisak. Teriak. Pilu mendengarnya. Ia meracau di sela isaknya. Sesak.

"Maaf.....maaf aku tak mendengarmu. Maaf aku mengacuhkanmu....," isaknya. Aku hanya bisa memandangnya dalam diam. Ia bersandar pada cermin. Terus terisak sampai pagi. Dan aku terus terjaga sampai fajar menyingsing.

"Aku juga merasakannya, Wangi. Sakitmu adalah sakitku. Perihmu juga perihku. Tak perlu kau ceritakan, aku sudah merasakan," kataku pelan.
"Berkali-kali kau memperingatkanku, tapi aku malah tak peduli dengan semua itu. Kau sudah bilang nanti aku sakit lagi. Nanti aku luka lagi. Tapi aku terus saja. Sakit rasanya....sakit karena dia...sakit karena kau juga terluka...," tangisnya.
"Aku terus memanggilmu, Wangi. Tapi aku juga tidak pergi. Karena aku tahu kamu akan begini. Maka aku terus berjaga. Agar saat kamu sadar kau tahu aku ada," jawabku.
Dadaku sesak. Sesak oleh perihnya. Sesak oleh sakitnya. Oleh isaknya. Sampai akhirnya ia berhenti. Menyeka tangis dari pipinya. Masih terisak. Namun makin lama makin berkurang. Ia menarik nafas panjang. Menghembusnya. Mencoba melepas sesak yang mengikat. Mencari kelegaan dalam kehampaan.

*

Terjadi lagi. Ia menjalin hubungan dengan yang lain lagi. Dan aku masih merasa ini tak baik. Sama seperti yang sudah-sudah. Bahagia, lalu sedih. Tawa, lalu tangis. Bukan seperti yang biasa. Tapi sedih dan sakit yang tak berkesudahan. Perih dan nyeri yang melebihi irisan pedang pada nadi. Dan kini aku sudah lelah. Aku letih. Lelah akan acuhnya. Letih akan tangisnya.
"Wangi," panggilku pelan. Ia tak menoleh. Bahkan melirikku pun tidak.
"Wangi!" panggilku lebih keras. "Apa sih??" balasnya.
"Jangan pergi lagi!" kataku.
"Diam!" serunya.
"DENGARKAN AKU!!!!!" teriakku. Dan ia terhenyak. Terhuyung dalam keterkejutan akan suaraku yang meninggi tak biasa.
"Berkali-kali, berkali-kali!!! Tidak letih kah kau dengan mereka?? Kau begitu terpesona oleh mereka sampai aku kau pinggirkan!!! Dan saat ganti kau yang didepak oleh mereka, kau baru kembali dengan tangismu!!! Kau memohon maaf padaku karena tak mendengarku. Aku capek!! Aku letih!!!" jeritku. Ia masih diam. Memandangku tak percaya.

"Wangi.....aku begini karena aku menyayangimu. Hanya karena aku bayanganmu bukan berarti aku tak mengerti. Aku memang tak bisa apa-apa. Aku tak bisa merangkulmu, menahanmu. Tapi aku melihatmu dan aku merasakan pedihmu. Karena aku bagian dalam dirimu.....," kataku pelan. Letih sudah mendera. Wangi jatuh lemas. Air mata mengalir lagi. Aku telah menamparnya. Dan kami lalu terisak bersama.


*anind*

Saturday, 1 September 2012

Review - Kisah Lainnya by Ariel, Uki, Lukman, Reza, David

Buku ini saya beli bukan sekedar karena saya penggemar karya mereka. Bukan pula karena bonus CD Suara Lainnya. Namun juga karena saya penasaran isinya.

Membaca tulisan Ariel di halaman pertama, saya merasa ini buku bagus. Tulisan selanjutnya saya merasa ini bukan sekedar buku untuk koleksi fans semata. Ada emosi, ada chemistry, ada pengungkapan yang jujur di sini. Setiap orang pernah salah, pernah melakukan kekeliruan dan pernah terlena. Hal itu juga yang pernah mereka alami. Dan mereka dengan jujur mengakuinya. Cerita mereka mengalir apa adanya. Dengan ciri khas masing-masing, mereka mengungkapkan apa yang mereka rasakan dan mereka alami dalam membentuk grup Peterpan, ketenaran yang diraih Peterpan, proses pembuatan album, dan masalah-masalah yang ada.

Di bagian pengantar, Ariel sudah menuliskan bahwa buku ini bukan sebagai penjelas dan konfirmasi atas apa yang terjadi pada Peterpan serta bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Karena sudah banyak media yang menyoroti hal tersebut, tinggal bagaimana kita menerima, memahami dan menyikapinya. Tapi buku ini menceritakan apa yang dilakukan dan bagaimana para personel Peterpan menyikapi peristiwa yang terjadi. Senang rasanya melihat mereka kemudian menemukan sesuatu yang menjadikan mereka lebih dewasa. Vakum hampir selama dua tahun membuat mereka menemukan space untuk merenung dan menata kehidupan pribadi mereka yang sedikit terabaikan karena kesibukan ngeband. Uki dengan pernikahan barunya, Lukman dan Reza yang menemukan kembali semangat spiritual ibadahnya, serta David yang menyembuhkan sakitnya. Kalau misal waktu tersebut tidak mereka dapatkan, mungkin saja konser-konser mereka bisa tertunda karena harus menunggu David sembuh. Atau Uki yang tidak punya waktu banyak untuk bayinya, serta Lukman dan Reza yang akan tetap seperti dulu dan tidak berubah.

Selain dari buku Kisah Lainnya, instrumen lagu-lagu hits mereka dalam album Suara Lainnya menandakan kematangan mereka dalam bermusik. Ketika mendengarnya, saya seperti baru sadar dan takjub bahwa lagu-lagu tersebut bisa disajikan dalam bentuk yang berbeda dan ternyata menjadi lebih indah. Mendengar lagu Bintang Di Surga membuat saya ingin menangis karena menyadarkan saya betapa rindunya saya dengan mereka. Lagunya menjadi lebih emosional, tetapi ada kelegaan di bagian akhirnya. Semacam orang yang sedang diliputi kegundahan, berlari, lalu kemudian mendapatkan pencerahan atas masalah yang dihadapinya.

Membaca buku ini diiringi dengan mendengarkan instrumen-instrumen dari CD Suara Lainnya membuat saya merasa band ini telah kembali dari istirahat panjangnya :)

buku Kisah Lainnya dan CD Suara Lainnya, sesaat setelah dibuka dari segelnya